13 November 2013

Penggunaan Pakaian Adat DKI Jakarta Dari Dulu Hingga Sekarang




Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak kebudayaan yang bermacam-macam. Kebudayaan sendiri memiliki wujud kebudayaan material dan non material. Bermula dari Sabang melangkah menuju Merauke begitu banyak kebudayaan ditiap daerah. Kebudayaan mengenai asal usul daerah, adat istiadat, benda yang dikeramatkan dan kebiasaan masyarakat ditiap daerah dan juga masih banyak kebudayaan-kebudayaan di setiap daerah-daerah Indonesia yang belum diketahui oleh masyarakat secara umum. Salah satu unsur kebudayaan berbentuk material yang masih belum banyak diketahui masyarakat umum adalah Pakaian Adat. 

Keberadaan Pakaian adat sebagai wujud material kebudayaan yang banyak terdapat di daerah-daerah di Indonesia memiliki nilai penting dalam sudut pandang sejarah, warisan, dan kemajuan masyarakat dalam sebuah fase peradaban tertentu. Banyak pakaian adat di daerah yang merupakan representasi kebudayaan paling tinggi di sebuah komunitas masyarakat di daerah tertentu. Kondisi tersebut menuntut perlu adanya sebuah upaya untuk menjaga dan melestarikan keberadaan Pakaian Adat. Upaya itu dilakukan untuk menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam rumah adat. Tujuannya agar masyarakat saat ini bisa membaca, memahami dan mengambil nilai-nilai positif yang terkandung pada pakaian adat di daerah mana saja. Serta dapat melestarikan kebudayaan termasuk pakaian dapat di zaman yang modern ini.


Sejarah Pakaian Adat Betawi

Ada banyak pakaian adat di Indonesia yang memiliki nilai sejarah dan nilai pengetahuan yang penting. Salah satu dari banyak pakaian adat di Indonesia yang memiliki makna sejarah, representasi sebuah komunitas pada zamannya dan kemajuan sebuah peradaban adalah pakaian adat Betawi. Betawi adalah suku yang berada di DKI Jakarta dan sekitarnya di daerah provinsi Jawa Barat dan Banten.

Nama Betawi berasal dari kata Batavia yang diberikan orang Belanda pada masa penjajahan. Keberadaan masyarakat Betawi merupakan proses panjang dari pembauran masyarakat di DKI Jakarta sehingga lahir kebudayaan Betawi. DKI Jakarta adalah kota industri dan pusat perdagangan, dimana banyak saudagar-saudagar dari luar seperti Arab, Portugis, Cina, Arab yang berdagang di Jakarta. Masyarakat luar Jakarta juga banyak yang berdagang di Jakarta seperti Bali, Madura, Jawa, Sunda. Keberadaan mereka yang secara langsung bersentuhan menciptakan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Betawi. Salah satu kebudayaan Betawi itu adalah mengenai pakaian adat Betawi yang dipakai sehari-hari maupun saat melakukan upacara adat.

Pakaian adat Betawi banyak dipengaruhi oleh berbagai negara lain. Hal itu dikarenakan Betawi adalah pencampuran budaya dari berbagai corak masyarakat DKI Jakarta yang sangat beragam, diantaranya dipengaruhi oleh budaya orang Arab, China, Melayu dan Budaya Barat.

          Ada beberapa macam pakaian Betawi yang ada saat ini diantaranya adalah pakaian adat Betawi sehari-hari dan pakaian adat Betawi untuk acara pesta pernikahan.

Pakaian sehari-hari untuk laki-laki adalah baju Koko atau disebut Sadariah. Baju Koko Betawi berwarna polos, memakai celana batik berwarna putih atau hitam, memakai selendang atau sarung yang dipakai dipundak dan peci hitam sebagai identitas Kebetawian. Akan tetapi di daerah Betawi pinggiran pakaian ini bisa menjadi pakaian pesta.

Selain itu ada juga pakain laki-laki yamg di sebut dengan ‘Ujung Serong’. Pakaian ini biasa dipakai oleh bapak-bapak yang berupa jas tertutup dengan celana pantalon. Ada kain batik yang dikenakan di sekitar pinggang dengan ujungnya yang agak serong di atas lutut, dan selipan pisau raut. Juga terdapat aksesoris kuku macan dan jam saku rantai. Digunakan juga tutup kepala berupa liskol atau kopiah dan alas kaki sepatu pantovel. Ini pakaian demang zaman dahulu yang kini menjadi pakaian resmi adat Betawi. Pakaian “abang Jakarte” kurang lebih seperti ini. Hanya penutup kepalanya berupa liskol, tanpa tambahan kuku macan dan jam saku rantai.

Sementara itu pakaian sehari-hari perempuan Betawi berupa baju kurung berlengan pendek, kadang-kadang bersaku di depannya,dilenkapi dengan kain batik sarung. Ada yang berkerudung, ada yang tidak, terutama orang pinggiran. Selain itu pakaian “none Jakarte” adalah kebaya panjang berenda (kebaya encim), kain batik corak jelamprang Pekalongan, bersanggul tidak terlalu besar (konde cepol) dan diberi hiasan tusuk konde, melati atau cempaka putih. Selendang yang di kenakan seringkali berfungsi juga sebagai kerudung.

Pakaian adat Betawi tersebut hampir seluruhnya di lengkapi dengan kain batik. Batik yang disenangi di Betawi adalah corak pesisiran, seperti Pekalongan, Lasem, dan Cirebon dengan warna-warna yang mencolok atau warna cerah. Sementara motif-motif batik yang disukai adalah jamblang, babaran kalengan, dan jelamprang. Motifnya antara lain terdiri dari garis segitiga panjang melancip, ujungnya yang melancip disambungkan dengan ujung segitiga panjang lainnya. Jenis batik ini biasa dipakai oleh perempuan yang menghadiri pesta pernikahan atau para penari cokek. Jenis batik ini juga disukai perempuan-perempuan Belanda di Batavia.

Sebagaimana masyarakat pesisir lainnya, perempuan Betawi menyukai batik berwarna cerah mencolok, bukan sogan, dengan kepala atau tumpal bermotif geometris, antara lain berbentuk segitiga, yang dalam istilah setempat disebut sebagai “mancungan”. Di daerah pinggiran Jakarta motif seperti itu disebut “pucuk rebung”. Motif burung funiks atau burung hong (feng huang) pada batik juga banyak disenangi perempuan-perempuan Cina Betawi (encim). Burung funiks memberikan kesan gemulai dan menambah wibawa bagi pemakainya.

Selain pakaian sehari-hari ada juga pakaian adat Betawi yang di gunakan pada saat pesta pernikahan. Pakaian pengantin Betawi mendapat pengaruh dari Arab, Cina, Barat, dan Melayu.

Pakaian pengantin laki-laki biasa disebut “dandanan care haji” yang berupa jubah panjang dan tutup kepala seperti sorban yang disebut “alpie”. Jubah dibuat longgar,besar,dan agak panjang dengan motif hiasan flora atau burung hong, dijahit dengan benang berwarna emas dan dihiasi manik-manik. Bahan kain jubah dari beludru,dengan warna cerah. Jubah dalam disebut “gamis” yang berupa kain putih halus model kurung panjang, terbuka dari leher sampai dada. Ukurannya lebih panjang dari jubah,luas sebatas matakaki. Perlengkapan lain berupa selendang bermotif benang emas atau manik-manik berwarna cerah. Tak ketinggalan, sepatu pantovel yang juga dihiasi manik-manik dan benag berwarna emas.


Sementara itu pakaian pengantin perempuan biasa disebut “rias besar dandanan care none pengantin cine”. Pengaruh Cina sangat menonjol pada model, nama kelengkapan dan motif hiasannnya. Bajunya model blus Shanghai bahan saten dan berwarna cerah,biasanya warna merah. Baju bawah atau rok disebut “kun” bentuknya melebar ke bawah dengan motif hiasan burung hong dari mute atau manik dan benang emas. Warna kun biasanya gelap, merah hati atau hitam. Hiasan kepalanya disebut kembang goyang. Hiasan kepala ini memiliki motif burung hong dengan sanggul buatan dan ada cadar untuk bagian wajah. Untuk pakaian wanita juga disertai perhiasan. Perhiasan ini berupa gelang listring, kalung tebar, anting kerabu, hiasan dada teratai manik-manik dan selop model perahu. Hiasan lain adalah bunga melati berupa ronje atau rangkaian bunga melati dan sisir melati. Bunga melati yang di gunakan adalah bunga melati yang masih segar,bukan imitasi atau terbuat dari plastik. Pakaian ini juga sedikit mirip dengan pakaian pengantin perempuan di Cina atau pakaian pengantin yang dipakai oleh kalangan bangsawan di Cina.

          Seperti yang kita ketahui sekarang budaya tradisional di Indonesia sudah hampir punah karena tergusur oleh kebudayaan yang modern dari dunia barat,termasuk kebudayaan di DKI Jakarta yaitu kebudayaan masyarakat Betawi. Jika kita berkunjung ke Jakarta pasti sangat sulit sekali bertemu dan mengetahui makna dari adat betawi itu sendiri.Walaupun di Jakarta terdapat kampung yang melestarikan kebudayaan Betawi yaitu Situ Babakan,tetap saja tidak banyak orang atau generasi muda yang tertarik dengan hal tersebut.


Penggunaan Baju adat Betawi Sekarang

 Namun akhir-akhir ini pemerintah DKI Jakarta mulai gencar dalam hal budya Betawi dan ingin membangkitkan budaya Betawi. Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, membuat kebijakan baru bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bahwa para PNS di wajibkan untuk mengenakan pakaian adat Betawi saat bertugas di kantor. Pakaian ini di pakai seminggu sekali yaitu setiap hari Rabu. Namun, kini pakaian adat Betawi itu dikenakan pada hari Jumat. Hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan untuk menjalankan ibadah salat Jumat bagi kaum pria yang beragama Islam. Joko Widodo, mengatakan bahwa kebijakan mengenakan pakaian adat Betawi diganti karena baju batik nasional dipakai dalam dua hari, yakni Kamis dan Jumat. Jadi para PNS kembali menggunakan seragam coklat yang biasa digunakan sebelumnya pada hari Rabu.



Untuk PNS pria menggunakan pakaian sadariah atau baju koko putih lengkap dengan peci dan sarung yang dikalungkan di leher. Pakaian ini juga mendukung kegiatan Salat Jumat yang dilakukan PNS beragama Islam. Untuk PNS wanita menggunakan kebaya encim dan bawahan rok berupa kain batik. Kebijakan menggunakan pakaian khas Betawi ini telah dijalankan sejak awal bulan Januari 2013 lalu. Saat pertama kali kebijakan diterapkan, masih banyak PNS yang belum menggunakannya. Namun,belum ada sanksi bagi pegawai yang tidak memakai pakaian daerah ini. Selain para PNS, Jokowi juga sempat menerapkan kebijakan ini bagi pelajar. Beliau merasa perlu mengeluarkan kebijakan baru tersebut sebagai upaya melestarikan budaya Betawi di kalangan pelajar. Di tahap awal, Jokowi akan meminta dua sekolah di setiap wilayah Jakarta untuk menerapkan kebijakan ini yaitu Jakarta Utara,Jakarta Selatan,Jakarta Barat,Jakarta Timur dan Jakarta Pusat. Jadi ada 10 sekolah yang mengikuti masa percobaan ini. Masih terkait pakaian adat, Jokowi juga mewajibkan seluruh siswa untuk mengenakan pakaian adat nusantara saat ke sekolah di hari pengumuman hasil Ujian Nasional. Langkah ini sengaja ditempuh untuk menekan perilaku negatif yang kemungkinan terjadi selepas pengumuman hasil UN.

Tujuan dibuatnya kebijakan ini adalah ingin menjadikan Jakarta sebagai pusat kebudayaan Betawi dan melestarikan kubudayaan Betawi setidaknya pakain adat. Selain itu Jokowi juga bertujuan mendorong kemajuan industri rumahan yang selama ini memproduksi baju adat betawi,sehingga dapat tercipta industri tekstil rumahan yang dapat meningkatkan kondisi ekonomi rakyat menengah ke bawah di Jakarta.

Jadi dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa manusia berinovasi di dalam hal berpakaian. Baju adat Betawi yang tadinya hanya di kenakan oleh masyarakat betawi di dalam kegiatan sehari-hari atau saat acara adat saja sekarang juga sudah dapat dikenakan sebagai pakaian ke kantor. Walaupun hanya di kenakan satu hari dalam seminggu setidaknya hal ini merupakan langkah dalam melestarikan kebudayaan daerah agar tidak punah.

Sumber : klik disini